Hubungan Kerajinan Siswa Dalam
Mengerjakan Tugas/PR Dengan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Kimia Kelas
XI SMA Muhammadiyah Jayapura Semester Ganjil Tahun Ajaran 2014/2015
“PROPOSAL PENELITIAN”
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu
Tugas Mata Kuliah Penelitian Pendidikan Kimia
DOSEN
PENGAMPU :
Drs.
Alex. A. Lepa, M.Si.
Oleh :
Habidah
Nim:
011 014 0052
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN
PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
CENDRAWASIH
JAYAPURA
2014
A. JUDUL PENELITIAN
Hubungan Kerajinan
Siswa Dalam Mengerjakan Tugas/PR Dengan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran
Kimia Kelas XI SMA Muhammadiyah Jayapura Semester Ganjil Tahun Ajaran 2014/2015.
B. RUANG LINGKUP PENELITIAN DAN BIDANG ILMU
1. Ruang Lingkup Penelitian
a.
Penelitian akan dilaksanakan pada siswa kelas XI SMA Muhammadiyah
Jayapura semester ganjil tahun ajaran 2014/2015.
b.
Objek penelitian
ini adalah menganalisis hubungan
kerajinan siswa dalam mengerjakan tugas/PR dengan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran kimia.
2. Bidang Ilmu
Pendidikan Kimia
C. LATAR BELAKANG
Pendidikan
merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (UU No.
20 Tahun 2003).
Proses
pendidikan dan pengajaran di Indonesia diarahkan kepada pencapaian tujuan yaitu
pembentukan manusia seutuhnya sehingga berguna bagi usaha tiap pribadi untuk
mencapai kebahagiaan hidupnya serta berguna bagi kepentingan Bangsa, Negara dan
Agamanya. Ketetapan MPR No. IV / 1973 dibidang pendidikan menentukan arah bagi
proses pembentukan manusia Indonesia seutuhnya, sehingga setiap usaha
pendidikan dan pengajaran tidak boleh bertentangan dengan ketetapan tersebut
yang kemudian menjadi GBHN dalam pendidikan. Setiap lembaga pendidikan formal
menjabarkan tujuan pendidikan nasional yang diharapkan tercapai dalam satuan
pendidikan yang disediakan untuk lembaga-lembaga pendidikan itu sendiri. Pencapaian
tujuan pendidikan formal yang diselenggarakan di sekolah sangat ditentukan oleh
banyak faktor yang saling terkait.
Salah satu cabang ilmu yang menunjang perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang diajarkan di Sekolah Menengah Atas (SMA)
adalah ilmu kimia. Ilmu kimia adalah salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) yang mempelajari tentang materi, perubahan materi yang menghasilkan zat
baru serta energi yang menyertai perubahan tersebut. Dalam pembelajaran kimia
ini salah satu upaya yang dilakukan guru dalam meningkatkan hasil belajar siswa
selain pembelajaran di sekolah yaitu dengan pemberian tugas/PR yang dikerjakan di luar jam sekolah.
Dengan banyaknya kegiatan pembelajaran di sekolah, dalam usaha
meningkatkan mutu dan frekuensi isi pelajaran, maka sangat menyita waktu siswa
untuk melakasanakan kegiatan belajar. Untuk mengatasi keadaan tersebut guru
perlu memberikan tugas-tugas. Menurut Roestiyah NK (2001:133) mengatakan :
“Teknik pemberian tugas atau resitasi biasanya digunakan dengan tujuan agar
siswa memiliki hasil belajar yang lebih mantap, karena siswa melaksanakan
latihan-latihan selama melakukan tugas, sehingga pengalaman siswa dalam
mempelajari sesuatu dapat lebih terintegrasi”. Searah dengan itu Inne Ibrahim
dan Nana Syaodih S. (2003:107) bahwa : “Metode pemberian tugas dimaksudkan
untuk memberi kesempatan kepada siswa melakukan tugas atau kegiatan yang
berhubungan dengan pelajaran seperti mengerjakan soal-soal, mengumpulkan
kliping, dan sebagainya”. Dari pendapat di atas bahwa pemberian tugas adalah
cara yang diberikan oleh guru untuk merangsang anak didik aktif belajar
melaksanakan latihan-latihan agar hasil belajar lebih baik.
Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya
kegiatan pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui
usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang
positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar
adalah perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa di kelas
terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil belajar tersebut
merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi
guru, tindak mengajar di akhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, sedangkan
dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses
belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 3).
Menurut Sudjana (2010: 22), hasil belajar adalah
kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Selanjutnya
Warsito (dalam Depdiknas, 2006: 125) mengemukakan bahwa hasil dari kegiatan
belajar ditandai dengan adanya perubahan perilaku ke arah positif yang relatif
permanen pada diri orang yang belajar. Sehubungan dengan pendapat itu, maka
Wahidmurni, dkk. (2010: 18) menjelaskan bahwa sesorang dapat dikatakan telah
berhasil dalam belajar jika ia mampu menunjukkan adanya perubahan dalam
dirinya. Perubahan-perubahan tersebut di antaranya dari segi kemampuan
berpikirnya, keterampilannya, atau sikapnya terhadap suatu objek.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik
untuk mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan
Kerajinan Siswa Dalam Mengerjakan Tugas/PR Dengan Hasil Belajar Siswa Pada Mata
Pelajaran Kimia Kelas XI SMA Muhammadiyah Jayapura Semester Ganjil Tahun Ajaran
2014/2015”.
D. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar
belakang diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah Apakah
ada hubungan antara kerajinan siswa dalam mengerjakan tugas/PR dengan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran kimia kelas XI SMA Muhammadiyah Jayapura semester
ganjil tahun ajaran 2014/2015.
E. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
antara kerajinan siswa dalam mengerjakan tugas/PR dengan hasil belajar siswa
pada mata pelajaran kimia kelas XI SMA Muhammadiyah Jayapura semester ganjil tahun
ajaran 2014/2015.
F. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat yang diharapakan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk memberikan informasi kepada guru kimia bahwa ada hubungan antara kerajinan siswa dalam mengerjakan tugas/PR dengan prestasi belajarnya.
2. Dapat dijadikan bahan masukan kepada guru dalam menilai prestasi belajar siswa.
3. Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan keterampilan bagi peneliti.
G. TINJAUAN PUSTAKA
1. Belajar
Pendidikan
merupakan sarana untuk belajar. Secara formal, setiap individu belajar melalui
berbagai interaksi sebagaimana ia berinteraksi dengan guru, teman sebaya,
lingkungan dan sebagainya. Belajar merupakan kegiatan bagi setiap orang,
pengetahuan, keterampilan, kegemaran dan sikap serta perkembangan disebabkan
belajar. Jika dapat diasumsikan, dalam diri individu terjadi suatu proses yang
mengakibatkan perubahan tingkah laku.
Pandangan seseorang guru terhadap
pengertian belajar akan mempengaruhi tindakannya dalam membimbing siswa untuk
belajar. Berbicara pengertian belajar telah banyak konsep yang dirumuskan oleh
para ahli yang berhubungan denga teori belajar.
Teori belajar behaviorisme (tingkah laku) menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku. Seseorang telah dianggap telah belajar sesuatu bila ia mampu menunjukkan tingkah laku. Menurut teori ini, yang terpenting adalah masukan/input yang berupa masukan dan keluaran/output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon itu dianggap tak penting diperhatikan sebab tidak bisa di amati. Selanjutnya, teori belajar kognitivisme menyatakan bahwa belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman (Uno, dkk., 2008: 56 & 59).
Teori belajar behaviorisme (tingkah laku) menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku. Seseorang telah dianggap telah belajar sesuatu bila ia mampu menunjukkan tingkah laku. Menurut teori ini, yang terpenting adalah masukan/input yang berupa masukan dan keluaran/output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon itu dianggap tak penting diperhatikan sebab tidak bisa di amati. Selanjutnya, teori belajar kognitivisme menyatakan bahwa belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman (Uno, dkk., 2008: 56 & 59).
Merujuk pada teori-teori belajar di
atas, Burton (dalam Usman dan Setiawati, 2001: 4) mengemukakan hal senada
dengan teori behaviorisme di mana belajar dapat diartikan sebagai perubahan
tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan
individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu
berinteraksi dengan lingkungannya. Kemudian Witherington (dalam Usman dan
Setiawati, 2001: 5) menyatakan bahwa “Belajar adalah suatu proses perubahan di
dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi
berupa kecakapan, sikap, kebiasaan kepribadian atau suatu pengertian”.
Selanjutnya, Gagne (dalam Slameto, 2010: 13) memberikan dua definisi belajar,
yakni: (1) belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam
pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku; dan (2) belajar adalah
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi.
Proses belajar
yang terjadi antara guru dan siswa akan memberikan implikasi terhadap
perkembangan, baik kognitif, afektif maupun psikomotorik. Yang pada awalnya
siswa belum mengetahui tentang suatu konsep , seperti yang dinyatakan oleh Gredler (1991) bahwa belajar
adalah proses seseorang dalam memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan dan
sikap. Sedangkan menurut santoso (2000), belajar adalah proses perubahan yang
terus menerus terjadi dalam individu yang tidak ditentukan oleh faktor-faktor
dari luar. Hal ini dapat berarti bahwa interaksi yang terjadi secara
terus-menerus antara siswa dan guru akan mempengaruhi perubahan yabg terjadi pada
diri siswa. Santrock (2007), mendefinisikan belajar (learning) sebagai pengaruh
permanen atas perilaku, pengetahuan dan keterampilan berfikir yang diperoleh
melaui pengalaman. Sedangkan menurut Asma (2006), kegiatan belajar merupakan
kegiatan yang terselenggara secara pribadi dan merupakan proses sosial yang
terjadi ketika masing-masing individu berinteraksi satu sama lain dan membangun
sebuah pengertian dan pengetahuan bersama.
Dari beberapa
pengertian belajar diatas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan usaha sadar
yang berproses dan berkesinambungan yang dilakukan individu dalam perubahan
tingkah laku melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik dalam memperoleh tujuan yang diniatkan, sehingga
belajar memiliki karakteristik:
1. Belajar
menunjukkan suatu aktivitas diri siswa baik disadari maupun tidak,
2. Belajar
merupakan interaksi terhadap lingkungan baik secara visual, auditorial dan
kinestetik,
3. Hasil
belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku.
2. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan tujuan akhir
dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat
ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah
kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar.
Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil
belajar siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Semua
hasil belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan
tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar di akhiri dengan proses
evaluasi hasil belajar, sedangkan dari sisi siswa, hasil belajar merupakan
berakhirnya penggal dan puncak proses belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 3).
Menurut Sudjana (2010: 22), hasil
belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman
belajar. Selanjutnya Warsito (dalam Depdiknas, 2006: 125) mengemukakan bahwa
hasil dari kegiatan belajar ditandai dengan adanya perubahan perilaku ke arah
positif yang relatif permanen pada diri orang yang belajar. Sehubungan dengan
pendapat itu, maka Wahidmurni, dkk. (2010: 18) menjelaskan bahwa sesorang dapat
dikatakan telah berhasil dalam belajar jika ia mampu menunjukkan adanya
perubahan dalam dirinya. Perubahan-perubahan tersebut di antaranya dari segi
kemampuan berpikirnya, keterampilannya, atau sikapnya terhadap suatu objek.
Jika dikaji lebih mendalam, maka hasil
belajar dapat tertuang dalam taksonomi Bloom, yakni dikelompokkan dalam tiga ranah
(domain) yaitu domain kognitif atau kemampuan berpikir, domain afektif atau
sikap, dan domain psikomotor atau keterampilan. Sehubungan dengan itu, Gagne
(dalam Sudjana, 2010: 22) mengembangkan kemampuan hasil belajar menjadi lima
macam antara lain:
1. Hasil
belajar intelektual merupakan hasil belajar terpenting dari sistem
lingsikolastik;
2. strategi
kognitif yaitu mengatur cara belajar dan berfikir seseorang dalam arti
seluas-luasnya termaksuk kemampuan memecahkan masalah;
3. sikap
dan nilai, berhubungan dengan arah intensitas emosional dimiliki seseorang
sebagaimana disimpulkan dari kecenderungan bertingkah laku terhadap orang dan
kejadian;
4. informasi
verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta; dan
5. keterampilan
motorik yaitu kecakapan yang berfungsi untuk lingkungan hidup serta memprestasikan
konsep dan lambang.
Untuk mengetahui hasil belajar seseorang
dapat dilakukan dengan melakukan tes dan pengukuran. Tes dan pengukuran
memerlukan alat sebagai pengumpul data yang disebut dengan instrumen penilaian
hasil belajar. Menurut Wahidmurni, dkk. (2010: 28), instrumen dibagi menjadi
dua bagian besar, yakni tes dan non tes. Selanjutnya, menurut Hamalik (2006:
155), memberikan gambaran bahwa hasil belajar yang diperoleh dapat diukur
melalui kemajuan yang diperoleh siswa setelah belajar dengan sungguh-sungguh.
Hasil belajar tampak terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang
dapat diamati dan diukur melalui perubahan sikap dan keterampilan. Perubahan
tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih
baik dibandingkan dengan sebelumnya.
Berdasarkan konsepsi di atas, pengertian hasil belajar dapat disimpulkan sebagai perubahan perilaku secara positif serta kemampuan yang dimiliki siswa dari suatu interaksi tindak belajar dan mengajar yang berupa hasil belajar intelektual, strategi kognitif, sikap dan nilai, inovasi verbal, dan hasil belajar motorik. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.
Berdasarkan konsepsi di atas, pengertian hasil belajar dapat disimpulkan sebagai perubahan perilaku secara positif serta kemampuan yang dimiliki siswa dari suatu interaksi tindak belajar dan mengajar yang berupa hasil belajar intelektual, strategi kognitif, sikap dan nilai, inovasi verbal, dan hasil belajar motorik. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.
3. Pemberian tugas/PR
Kegiatan interaksi pembelajaran harus selalu ditingkatkan
efektivitas dan efesiensinya. Dengan banyaknya kegiatan pembelajaran di
sekolah, dalam usaha meningkatkan mutu dan frekuensi isi pelajaran, maka sangat
menyita waktu siswa untuk melakasanakan kegiatan belajar. Untuk mengatasi
keadaan tersebut guru perlu memberikan tugas-tugas. Menurut Roestiyah NK
(2001:133) mengatakan : “Teknik pemberian tugas atau resitasi biasanya
digunakan dengan tujuan agar siswa memiliki hasil belajar yang lebih mantap,
karena siswa melaksanakan latihan-latihan selama melakukan tugas, sehingga
pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu dapat lebih terintegrasi”. Searah
dengan itu Inne Ibrahim dan Nana Syaodih S. (2003:107) bahwa : “Metode
pemberian tugas dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada siswa melakukan
tugas atau kegiatan yang berhubungan dengan pelajaran seperti mengerjakan
soal-soal, mengumpulkan kliping, dan sebagainya”.
Dari pendapat di atas bahwa pemberian tugas adalah cara
yang diberikan oleh guru untuk merangsang anak didik aktif belajar melaksanakan
latihan-latihan agar hasil belajar lebih baik. untuk lebih memantapkan
pengusaan terhadap materi yang telah disampaikan, maka siswa diberikan tugas,
misalnya membuat kesimpulan atau generalisasi dari hasil penyampaian atau
mengerjakan pekerjaan rumah.
a. Pelaksanaan Pemberian Tugas
Sebelum guru memberikan tugas kepada
siswa, guru harus mempertimbangkan penggunaan metode ini. Apakah tugas-tugas
itu wajar diberikan, apakah memberatkan siswa, apakah siswa mampu
melaksanakannya atau ada kemungkinan-kemungkinan lain yang mengganggu siswa
dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Untuk itu Roestiyah NK (2001:136)
bahwa dalam pelaksanaan pemberian tugas guru perlu memperhatikan
langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Merumuskan tujuan khusus dari tugas yang diberikan.
2.
Mempertimbangkan betul-betul apakah pemilihan teknik
resitasi itu telah dapat mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
3.
Guru perlu
merumuskan tugas-tugas dengan jelas dan mudah dimengerti.
Dari pendapat diatas, guru dalam menggunakan teknik ini
agar sasarannya dapat tercapai, maka perlu mempertimbangkan apakah tujuan yang
akan di capai dengan tugas cukup jelas. Untuk itu Nursid Sumaatmadja (1984:110)
dalam memberikan tugas, guru dalam merumuskan tujuan yang jelas adalah:
1. Merangsang untuk bekerja lebih baik, memupuk tanggung
jawab, inisiatif dan berdidri sendiri.
2. Membengkitkan minat siswa untuk
mengisi waktu luasng dengan kegiatan sekolah.
3. Memperkaya pengalaman-pengalaman
sekolah dengan kegiatan-kegiatan di luar sekolah.
4. Memperkuat hasil belajar di sekaolah
dengan latihan-latihan berharga, penting dan terintegrasi.
Setelah
siswa memahami tujuan dan makna tugas, maka siswa akan melaksanakan tugas dengan belajar sendiri dengan tujuan-tujuan
yang telah digariskan dari penjelasan guru. Dalam proses ini guru perlu mengontrol
pelaksanaan tugas, lebih-lebih pada saat tugas yang dikerjakan di sekolah. Jika
tugas yang dikerjakan oleh siswa tidak sesuai dengan tujuan yang telah
dirumuskan, maka guru dapat mem berikan bentuk tugas lain, agar apa yang
diharapkan dapat tercapai. Dalam pelaksanaan metode ini guru dapat memberikan
tugas berupa pemberian tugas dalam proses pembelajaran dan pemberian tugas di
rumah.
b.
Pemberian Tugas dalam Proses
Pembelajaran
Bentuk-bentuk tugas yang dapat
diberikan pada pekerjaan sekolah maupun pekerjaan rumah dapat dibedakan ke
dalam dua bagian, yaitu tugas individual dan tugas kelompok. Menurut Nursid
Sumaatmadja (1984:111) bahwa: “Tugas individual lebih ditekankan kepada
pembinaan kognitif-afektif-psikomotor siswa secara individual”. Sedangkan menurut
Nana Sudjana (1996:86) bahwa : “Tugas kelompok lebih menekankan
aktivitas belajar siswa secara bersama dalam kelompok sehingga mengembangkan
hubungan sosial dalam pemecahan masalah belajar”.
Dari pendapat di atas menurut S.
Nasution (2000:119) bahwa sifat-sifat tugas individual ini adalah :
1. Self-Intructive
Tugas ini biasanya di cetak atau
distensil. Anak-anak harus membaca sendiri instruksi atau petunjuk-petunjuk
tentang cara melakukan tugas itu, sedapat mungkin tanpa bantuan dari pihak
guru, jadi berdasarkan maximum self help, yakni menolong diri secara maksimal.
2.
Self-Corrective
Artinya berisi jawaban sehingga anak itu dapat memeriksa
pekerjaannya sendiri dan dengan demikian mengetahui hasil belajarnya. Anak dapat
memperbaiki kesalahannya sendiri.
Tugas
individual di atas siswa dituntut menurut kesanggupan dan kerajinan
masing-masing. Sungguhpun demikian, tugas individual ini siswa di beri
kesempatan untuk berdialog dengan siswa lain, namun tetap tugas yang harus
diselesaikannya bersifat perorangan. Langkah langkah yang harus di tempuh oleh
guru dalam pemberian tugas individual ini menurut Nana Sudjana (1996:83) adalah :
a. Berdasarkan tujuan dan bahan yang
telah disiapkan sebelumnya (pada satpel), guru menjelaskan tujuan pengajaran
yang harus dicapai siswa (TIK) dan cara siswa belajar dengan model mengajar
perorangan.
b. Guru menjelaskan bahan pengajaran secara sistematis dan
logis. Pokok bahan iytu di tulis di papan tulis. Beri kesempatan
kepada siswa untuk bertanya sampai bahan tersebut dikuasai betul oleh para
siswa (tugas tanpa bahan). Bagikan bahan atau sumber belajar, misalnya buku
pelajaran atau buku modul untuk dipelajari oleh siswa. Jika tidak ada buku
sumber, bahan itu di buat oleh guru secara tertulis agar dapat dipelajari siswa
(tugas dengan bahan).
c. Bagikan lembaran kerja untuk setiap siswa. Lembaran kerja
berisi tugas-tugas ataupun soal-soal yang bersumber dari bahan yang telah
dijelaskan oleh guru atau dipelajari siswa. Tugas atau soal biasanya berisi
pertanyaan ingatan dan atau pikiran, membuat atau mencari contoh-contoh dari
setiap konsep yang telah dipelajari, aplikasi dari konsep dalam pemecahan
masalah, membuat diagram (grafik)atau uraian tentang konsep yang telah
dipelajarinya, membuat ikhtisar (rangkuman) dari bahan, dan lain-lain. Jika
kerja tidak tertulis oleh para siswa pada buku mereka masing-masing. Lembaran
kerja dikerjakan oleh setiap siswa secara perorangan.
d. Guru memantau dan memeriksa kegiatan belajar siswa dalam
mengerjakan lembaran kerja, sekaligus memberi bantuan, arahan bagi siswa yang
memerlukannya.
e. Setelah selesai, diperiksa bersama-sama dengan cara
menukar pekerjaan dengan teman lain, lalu guru menjelaskan setiap jawabannya.
f. Kekeliruan dan kesalahan jawaban diperbaiki oleh setiap
siswa. Jika ada yang belum jelas, guru memberi kesempatan bertanya kepada siswa
tugas-tugas mana yang masih perlu penjelasan lebih lanjut. Hasil pekerjaan siswa dijadikan
bahan penilaian guru.
g. Akhiri pelajaran dengan memberikan
tugas-tugas pekerjaan rumah, baik yang berkenaan dengan bahan yang telah
dipelajari atau dengan bahan yang akan dipelajari berikutnya.
Dari
pendapat di atas bahwa metode pemberian tugas sekolah secara inividual ini
biasanya lebih efektif, karena siswa dihadapkan kepada tugas-tugas dan
pekerjaannya masing-masing. Kelas lebih tertib dan sederhana, tak perlu
mengubah posisi tempat seperti pada tugas sekolah yang berbentuk kelompok.
Selain tugas individu, pekerjaan sekolah dapat diberikan
dalam bentuk pekerjaan kelompok. Karena kelas di bentuk ke dalam
kelompok-kelompok maka pengelompokan siswa perlu pertimbangan-pertimbangan
tertentu. Menurut
Nana Sudjana (1996:86) adalah :
a. Siswa sebagai individu memiliki
kemampuan yang berbeda satu sama lain. Perbedaan ini harus diupayakan agar
tidak menimbulkan efek psikologis bagi siswa yang prestasina rendah. Melalui
belajar kelompok diharapkan perbedaan-perbedaan kemampuan dan prestasi yang
dicapainya bisa ditingkatkan sebab dapat memperoleh informasi tambahan dari
kelompoknya. Ia bisa belajar dari teman kelompoknya.
b. Siswa sebagai makhluk sosial
memiliki dorongan yang kuat untuk menampilkan keakuannya di depan orang lain,
dan memiliki kebutuhan untuk berkomunikasi dengan orang lain, dan memiliki
kebutuhan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Melalui diskusi kelompok,
keakuan dan kebutuhan tersebut dapat disalurkan bahkan diarahkan kepada
kreativitas belajar sesuai dengan kapasitasnya.
c. Tidak semua masalah belajar dapat
dipecahkan sendiri sehingga dibutuhkan bantuan dan pendapat orang lain.
Pemecahan masalah oleh banyak orang akan lebih tepat dan akurat dibandingkan
dengan pendapat sendiri.
d. Proses dan hasil belajar yang
diperoleh dari diskusi kelompok lebih kaya dan komprehensif. Siswa memperoleh
kesempatan untuk belajar berbicara mengemukakan pendapatnya, belajar menghargai
pendapat orang lain, toleransi sosial, keberanian berbicara menanggapi pendapat
orang lain, belajar dasar-dasar berorganisasi dan lain-lain.
e. Penggunaan diskusi kelompok dapat
dilakukan di dalam kelas atau di luar kelas untuk mengerjakan tugas sekolah.
Dengan demikian bisa membantu para siswa menyelesaikan tugas dan tuntutan
belajarnya.
Keberhasilan
memberikan tugas kelompok kepada siswa sangat bergantung pada masalah yang di
angkat oleh guru. Masalah harus bersumber dari bahan pelajaran agar relevan
dengan pencapaian tujuan pembelajaran, sesuai dengan tingkat pemahaman siswa.
Adapun jenis tugas kelompok yang dapat digunakan oleh guru adalah :
a. Tugas Kelompok di dalam Kelas
Tugas kelompok di dalam kelas merupakan kegiatan yang
diberikan oleh guru dan dilaksanakan di dalam kelas. Tugas kelompok di dalam
kelas, biasanya berupa diskusi kelompok. Menurut Nana Sudjana (2000:79) bahwa:
“Diskusi adalah tukar menukar infomasi, pendapat dan unsur pengalaman secara
teratur dengan amaksud untuk mendapat pengertian bersama yang lebih jelas dan
teliti tentang sesuatu, atau untuk mempersiapkan dan merampungkan keputusan
bersama”. Sejalan dengan itu JJ. Hasibuan dan Ibrahim (1991:98) mengatakan:
“Diskusi adalah suatu percakapan atau pembicaraan antara dua orang atau lebih”.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa diskusi adalah
tukar menukar informasi secara teratur antara beberapa orang. Diskusi selalu
terjadi dalam kelompok, baik kelompok besar maupun kelompok kecil. Sesuai
dengan penggunaan dalam proses pembelajaran, maka diskusi kelompok harus
memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut Hasibuan J.J. dan Ibrahim (1991:99)
syarat-syarat tersebut adalah :
1) Melibatkan kelompok anggotanya berkisar
antara 3-9 orang.
2) Berlangsung dalam interaksi secara
bebas (tidak ada tekanan atau paksaan) dan langsung, artinya semua anggota
kelompok mendapat kesempatan untu saling beradu pandang dan dan saling
mendengar serta berkomunikasi satu dengan yang lain
3) Mempunyai tujuan tertentu yang akan
di capai dengan kerja sama antara anggota kelompok.
4) Berlangsung menurut suatu proses
yang teratur dan sistematis menuju suatu kesimpulan.
Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa diskusi kelompok dalam proses pembelajaran
adalah suatu proses percakapan yang teratur yang melibatkan kelompok siswa
dalam interaksi tatap muka yang bebas dan terbuka dengan tujuan berbagi
informasi dan pengalaman serta mengambil keputusan bersama.
Menurut Masnur dan Nur Hasanah (1992:86) ada tiga bentuk
diskusi yang dilaksanakan di kelas, yaitu:
1) Pertemuan untuk memecahkan masalah
sosial, yang berkenaan dengan masalah-masalah tingkah laku sosial. Siswa
berusaha membagi tanggung jawab belajar dan bertingkah laku dengan memecahkan
masalah-masalah mereka di dalam kelas.
2) Pertemuan terbuka (opended meeting).
Siswa di minta mendiskusikan persoalan-persoalan yang bertalian dengan hidup
mereka dan yang mungkin pula bertalian dengan kurikulum kelas.
3) Pertemuan diagnostik kependidikan,
yang berhubungan langsung dengan apa yang sedang dipelajari di kelas itu.
Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk diskusi yang dilaksanakan
bermaksud untuk membantu siswa mengalami tingkah laku sesuai dengan tujuan,
sehingga mereka lebih responsif terhadap lingkungannya. Kegiatan diskusi dapat
berlangsung secara efektif harus didahului perencanaan dan persiapan yang
matang. Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum guru memberikan tugas diskusi
kelompok menurut JJ. Hasibuan dan Ibrahim (1991:103) adalah:
1) Pemilihan topik.
2) Perumusan masalah.
3) Penyiapan informasi pendahuluan.
4) Penyiapan diri sebaik-baiknya sebagi pemimpin diskusi.
5) Penetapan besar kelompok.
6) Pengaturan tempat duduk.
Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan dan persiapan diskusi akan
mempengaruhi pelaksanaan diskusi kelompok tersebut. Selanjutnya JJ. Hasibuan
dan Ibrahim (1991:105) kembali menegaskan bahwa : Setelah perencanaan dan persiapan dilakukan maka guru
sebagai pemimpin diskusi kelompok, perlu memiliki keterampilan, yaitu:
1) Memusatkan perhatian.
2) Memperjelas masalah atau urunan pendapat.
3) Menganalisis pandangan siswa.
4) Meningkatkan urunan siswa.
5) Menyebarkan kesempatan
berpartisipasi.
6) Menutup diskusi.
Dari pendapat di atas maka dalam melaksanakan diskusi yang
merupakan tugas kelompok yang dilakukan di dalam kelas, guru harus melaksanakan
dengan baik apa yang menjadi tujuan yang telah ditetapkan. Dalam memberikan
tugas kepada siswa tentunya guru dapat melihat kebaikan dan kelemahan dalam
pemberian tugas tersebut. Kebaikan dan kelemahan pemberian tugas kelompok di
dalam kelas ini menurut Masnur dan Nur
Hasanah (1992:88), yaitu :
Ø Kelebihan tugas kelompok di dalam
kelas.
1)
Guru bebas melaksanakan dan memberikan bantuan kepada siswa.
2)
Melibatkan siswa secara langsung dalam proses belajar.
3)
Menyediakan
kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi.
4)
Siswa yang
berperan serta dalam suatu tugas dapat mengembangkan rasa percaya diri (self
confidence).
5)
Membantu siswa
menyadari bahwa pemecahan suatu masalah adalah berkat sumbangan orang lain.
6)
Pengumpulan dan
pemusatan informasi bersumber dari para anggota kelompok yang berbeda-beda
latar belakang dan pengalamannya.
7)
Tugas ini
memberikan kemudahan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial di sekolah.
8)
Mendorong siswa mempraktekkan proses-proses intelektual.
9)
Tugas ini dapat digunakan secara bervariasi.
10)
Tugas ini menuntut sikap saling memberi dan menerima unutk
membantu siswa untuk memahami dan mempersiapkan diri untuk berperan dalam
masyarakat.
11)
Menyediakan kesempatan kepada siswa dan guru untuk mengembangkan
hubungan antar insani yang efektif.
12)
Memperluas kemandirian intelektual siswa dan tidak
bergantung pada pendapat guru saja.
Ø Kelemahan tugas Kelompok di kelas.
1)
Tugas ini tidak
menjamin dalam mengambil keputusan.
2)
Tugas ini tidak
dapat diramalkan.
3)
Tugas ini tidak
akan berfungsi dengan baik jika peserta dalam kelompok tidak memiliki latar
belakang kemampuan umum.
4)
Tugas ini membutuhkan pengaturan fisik.
b.
Tugas Kelompok di Luar kelas
Tugas kelompok di luar kelas merupakan kegiatan yang diberikan
oleh guru dan dilaksanakan di luar kelas. Tugas kelompok di luar kelas dapat
berupa penelitian kelompok. Menurut Masnur dan Nur Hasanah (1992:92) bahwa:
“Penelitian kelompok adalah kegiatan sekelompok siswa yang di organisasi untuk
melakukan studi. Mereka di pilih atau ditempatkan oleh guru, bekerja sama dalam
rangka menjawab atau memecahkan suatu masalah”. Sedangkan Nana Sudjana
(2000:82) bahwa: “Penelitian kelompok adalah bekerja dalam situasi kelompok
untuk menemukan suatu permasalahan”.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian
kelompok adalah suatu kegiatan yang diberikan oleh guru untuk menemukan atau
pemecahan masalah. Penelitian kelompok merupakan tugas kelompok yang diberikan
oleh guru untuk dilaksanakan atau dikerjakan atau di luar sekolah. Untuk itu
dasar pengelompokan harus sesuai dengan keadaan siswa, agar pelaksanaan akan
dapat terkoordinir secara tepat. Menurut Nana Sudjana (2000:82) kelompok bisa
di buat berdasarkan :
1) Perbedaan individual dalam kemampuan
belajar, terutama bila kelas itu sifatnya heterogen dalam belajar.
2) Perbedaan minat belajar, di buat
kelompok yang terdiri atas siswa yang punya minat yang sama.
3) Pengelompokan berdasarkan jenis
pekerjaan yang diberikan.
4) Pengelompokan atas dasar wilayah
tempat tinggal siswa.
5) Pengelompokan secara random atau lotre.
6) Pengelompokan atas dasar jenis
kelamin.
Dari
pernyataan di atas, sebaiknya kelompok satu dengan kelompok lain harus
seimbang, baik dari segi kemampuan belajar maupun jenis kelamin. Penelitian
kelompok pada dasarnya adalah suaru proses alami sejak jaman dahulu dan dan
diterapkan dalam proses pembelajaran.
Dalam melaksanakan penelitian kelompok harus diperhatikan
teknik pelaksanaaan penelitian kelompok. Menurut Masnur dan Nur Hasanah
(1982:95) bahwa teknik pelaksanaan penelitian kelompok adalah :
1) Guru menentukan suatu topik yang dipelajari oleh kelas
yang bersumber dari suatu bidang studi tertentu.
2) Guru dan siswa merinci topik yang akan dipelajari,
menjadi sub topik atau masalah.
3) Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan
masalah
4) Tiap kelompok melakukan kegiatan penelitian
(investigation) di pimpin oleh ketua kelompok melalui tahap-tahap:
a) Perencanaan.
b) Pengumpulan infomasi.
c) Mengorganisasi informasi.
d) Merangkum.
5) Pada waktu kelompok
belajar/melakukan, guru harus berkunjung atau melihat tiap-tiap kelompok.
6) Setiap kelompok memberikan laporan kepada kelas.
7) Menyimpulkan hasil penelitian semua kelompok.
Dari pendapat di atas maka untuk mencapai hasil yang baik
dari pelaksanaan penelitian kelompok pemecahan masalah dapat di pandang suatu
unit di pecahkan bersama dan dikerjakan bersama-sama pula. Penelitian kelompok
tidak sama dengan pengajaran kelompok kecil. Pengajaran kelompok kecil pada
hakikatnya adalah pengajaran individual, di mana guru menggunakan macam-macam
strategi mengajar. Sedangkan penelitian kelompok menuntut pola tingkah laku
guru ang membantu siswa melaksanakan tujuan-tujuan kerjasama kelompok.Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam memberikan tugas kelompok di
dalam kelas tidak selalu efektif karena para siswa harus berpartisipasi dalam
melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru.
c.
Pemberian Tugas
di Rumah
Melihat
terbatasnya waktu proses pembelajaran dan banyaknya materi yang harus diberikan
kepada siswa, maka guru bisa memberikan pekerjaan rumah kepada siswa. Pekerjaan
rumah merupakan salah satu metode pemberian tugas oleh guru. Sama halnya dengan
pekerjaan sekolah, pekerjaan rumah dapat dikerjakan secara individu maupun
secara kelompok. Kelebihan dari tugas ini, siswa memiliki waktu yang banyak
sehingga lebih leluasa untuk mnengerjakannya. Menurut Nursid Sumaatmadja (1984:111) jenis tugas yang dapat
diberikan adalah :
1. Menjawab pertanyaan dan memecahkan persoalan secara
individual.
2. Menyusun karya tulis baik secara individual maupun
kelompok.
3. Membuat laporan kunjungan ke berbagai obyek yang
dilakukan secara individual ataupun kelompok.
4. Membuat laporan buku secara
individual.
5. Mengumpulkan artikel-artikel dari majalah dan surat kabar
secara individual.
6. Membuat media pelajaran yang
sederhana yang berkenaan dengan pengajaran, baik secara individual maupun
kelompok.
Dari
pendapat di atas, bahwa secara garis besar pemberian tugas berupa pekerjaan
rumah harus melihat waktu untuk mengerjakannya, sehingga apa yang diinginkan
dari tugas tersebut dapat tercapai dengan baik.
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu
perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi,
maka tidak akan diketahui bagaimana kondisi objek evaluasi tersebut dalam
rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Istilah evaluasi sudah menjadi kosa kata
dalam bahasa Indonesia, akan tetapi kata ini adalah kata serapan dari bahasa
Inggris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (Echols
dan Shadily, 2000 : 220). Sedangkan menurut pengertian istilah “evaluasi
merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan
menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk
memperoleh kesimpulan” (Yunanda : 2009).
Pemahaman mengenai pengertian evaluasi dapat berbeda-beda
sesuai dengan pengertian evaluasi yang bervariatif oleh para pakar evaluasi.
Menurut Stufflebeam dalam Lababa (2008), evaluasi adalah “the process of
delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision
alternatives," Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan,
memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu
alternatif keputusan. Masih dalam Lababa (2008), Worthen dan Sanders
mendefenisikan “evaluasi sebagai usaha mencari sesuatu yang berharga (worth).
Sesuatu yang berharga tersebut dapat berupa informasi tentang suatu program,
produksi serta alternatif prosedur tertentu”.
Tague-Sutclife (1996 : 1-3), mengartikan evaluasi sebagai
"a systematic process of determining the extent to which instructional
objective are achieved by pupils". Evaluasi bukan sekadar menilai suatu
aktivitas secara spontan dan insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk
menilai sesuatu secara terencana, sistematik, dan terarah berdasarkan tuiuan
yang jelas.
Dari definisi evaluasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai
rancangan, selanjutnya menyajikan informasi dalam rangka pengambilan keputusan
terhadap implementasi dan efektifitas suatu program.
Evaluasi meliputi mengukur dan menilai yang digunakan dalam
rangka pengambilan keputusan. Hubungan antara pengukuran dan penilaian saling
berkaitan. Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan sesuatu dengan atau
atas dasar ukuran atau kriteria tertentu (meter, kilogram, takaran dan
sebagainya), pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian berarti menilai sesuatu.
Sedangkan menilai itu mengandung arti, mengambil keputusan terhadap sesuatu
yang berdasarkan pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau
bodoh dan sebagainya. Dan penilaian bersifat kualitatif. Hal ini sejalan dengan
apa yang dikemukakan oleh Arikunto (2009 : 3) bahwa mengukur adalah
,membandingkan sesuatu dengan satu ukuran (bersifat kuantitatif), menilai
adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk
(bersifat kualitatif), dan evaluasi meliputi kedua langkah tersebut di atas.
Pendapat lain mengenai evaluasi disampaikan oleh Arikunto dan
Cepi (2008 : 2), bahwa: Evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi
tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan. Fungsi utama
evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi
pihak decision maker untuk menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan
evaluasi yang telah dilakukan.
Sedangkan Uzer (2003 : 120), mengatakan bahwa: Evaluasi
adalah suatu proses yang ditempuh seseorang untuk memperoleh informasi yang
berguna untuk menentukan mana dari dua hal atau lebih yang merupakan alternatif
yang diinginkan, karena penentuan atau keputusan semacam ini tidak diambil
secara acak, maka alternatif-alternatif itu harus diberi nilai relatif,
karenanya pemberian nilai itu harus memerlukan pertimbangan yang rasional
berdasarkan informasi untuk proses pengambilan keputusan.
Menurut Djaali dan Pudji (2008 : 1), evaluasi dapat juga
diartikan sebagai “proses menilai sesuatu berdasarkan kriteria atau tujuan yang
telah ditetapkan yang selanjutnya diikuti dengan pengambilan keputusan atas
obyek yang dievaluasi”. Sedangkan Ahmad (2007 : 133), mengatakan bahwa
“evaluasi diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu
(ketentuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, obyek,dll.)
berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian”.
Untuk menentukan nilai sesuatu dengan cara membandingkan
dengan kriteria, evaluator dapat langsung membandingkan dengan kriteria namun
dapat pula melakukan pengukuran terhadap sesuatu yang dievaluasi kemudian baru
membandingkannya dengan kriteria. Dengan demikian evaluasi tidak selalu melalui
proses mengukur baru melakukan proses menilai tetapi dapat pula evaluasi
langsung melalui penilaian saja. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan
Crawford (2000 : 13), mengartikan penilaian sebagai suatu proses untuk mengetahui/menguji
apakah suatu kegiatan, proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai
dengan tujuan atau kriteria yang telah ditentukan.
Dari pengertian-pengertian tentang evaluasi yang telah
dikemukakan beberapa ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang evaluasi
yakni evaluasi merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk
melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program. Keberhasilan program itu
sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program
tersebut. Karenanya, dalam keberhasilan ada dua konsep yang terdapat didalamnya
yaitu efektifitas dan efisiensi. “Efektifitas merupakan perbandingan antara
output dan inputnya sedangkan efisiensi adalah taraf pendayagunaan input untuk
menghasilkan output lewat suatu proses” (Sudharsono dalam Lababa, 2008).
Jadi evaluasi bukan merupakan hal baru dalam kehidupan
manusia sebab hal tersebut senantiasa mengiringi kehidupan seseorang. Seorang
manusia yang telah mengerjakan suatu hal, pasti akan menilai apakah yang
dilakukannya tersebut telah sesuai dengan keinginannya semula.
Ø
Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Setiap kegiatan yang dilaksanakan pasti mempunyai
tujuan, demikian juga dengan evaluasi. Menurut Arikunto (2002 : 13), ada dua
tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan
kepada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan
pada masing-masing komponen.
Menurut Crawford (2000 ; 30), tujuan dan atau fungsi
evaluasi adalah :
1. Untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan telah
tercapai dalam kegiatan.
2. Untuk memberikan objektivitas pengamatan terhadap prilaku hasil.
3. Untuk mengetahui kemampuan dan menentukan kelayakan.
4. Untuk memberikan umpan balik bagi kegiatan yang dilakukan.
Pada dasarnya tujuan akhir evaluasi adalah untuk memberikan
bahan-bahan pertimbangan untuk menentukan/membuat kebijakan tertentu, yang
diawali dengan suatu proses pengumpulan data yang sistematis
H. RUMUSAN ANGGAPAN DASAR DAN HIPOTESIS
1. Rumusan Anggapan Dasar
a.
Hasil belajar siswa berbeda-beda.
b.
Materi yang diberikan kepada siswa sama.
c.
Terdapat hubungan antara kerajinan siswa dalam mengerjakan tugas/PR
dengan hasil belajar siswa.
d.
Pemberian tugas/PR dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
2. Rumusan Hipotesis
Kerajinan siswa dalam mengerjakan tugas/PR berhubungan dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran kimia kelas XI SMA Muhammadiyah Jayapura semester ganjil tahun ajaran 2014/2015.
I. METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis/Sifat Penelitian
Jenis penelitian ini yaitu penelitian deskriptif yang bersifat noneksperimen dengan mendeskripsikan data-data yang diperoleh dari hasil tugas siswa pada mata pelajaran kimia kelas XI dan studi kepustakaan.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di SMA Muhammadiyah Jayapura.
3. Variabel Penelitian
Yang menjadi variabel dari penelitian ini adalah:
a. Variabel bebas : kerajinan siswa dalam mengerjakan tugas/PR.
b. Variabel terikat : hasil belajar siswa pada mata pelajaran kimia.
4. Populasi
Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Muhammadiyah Jayapura.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu :
1. Dokumentasi
Dalam penelitian ini dokumentasi digunakan untuk memperoleh data nama-nama siswa yang akan menjadi sampel penelitian dan untuk memperoleh data nilai tugas siswa kelas XI SMA Muhammadiyah Jayapura pada mata pelajaran kimia.
2. Observasi
Observasi
adalah suatu metode pengumpulan data dengan jalan pengamatan yang bertujuan
untuk mendapatkan data tentang suatu masalah sehingga diperoleh suatu pemahaman
dan dilakukan secara langsung, seksama
dan sistematis. Dalam penelitian ini observasi digunakan untuk mengamati kerajinan/keseriusan
siswa dalam mengerjakan tugas/PR dan ketepatan waktu mengumpulkan tugas
tersebut serta keberanian siswa mengerjakan tugas di depan kelas.
3. Angket
Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal ia ketahui. Dalam penelitian ini angket digunakan untuk memperoleh tanggapan siswa tentang tugas-tugas yang diberikan oleh guru.
J. TEKNIK ANALISIS DATA
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji
korelasi The Widespread Biserial Correlation dengan menggunakan rumus :
rser =
|
Dimana:
rser
= koefisien korelasi biserial
0r
= ordinat yang lebih rendah
0t
= ordinat yang lebih tinggi
M
= mean
SDtot
= standar deviasi total
P = proporsi individu dalam golongan.
Dalam analisis ini kerajinan siswa mengerjakan tugas diukur
dengan mengelompokkannya kedalam tiga kelompok yaitu kelompok rajin (R), sedang
(S) dan malas (M).
Apabila melihat rumus, maka yang diperlukan adalah ordinat yang
lebih rendah, ordinat yang lebih tinggi, mean, standar deviasi total, dan proporsi
individu dalam golongan, maka langkah-langkah dalam analisis ini yaitu:
1. Mendaftar
nilai tiap kelompok.
2. Menentukan
proporsi individu dalam kelompok
3. Menghitung
banyaknya subjek setiap kelompok (nk)
Rumus:
P =
Dimana:
P = proporsi
nk =
banyaknya subjek dalam kelompok
N = banyaknya subjek
seluruhnya
4. Menghitung
nilai rata-rata (mean) tiap kelompok.
5. Menentukan
ordinat, yaitu ordinat yang lebih rendah dan ordinat yang lebih tinggi.
Istilah “ordinat yang lebih rendah” dan
“ordinat yang lebih tinggi” ini merupakan keterangan dari tinggi ordinat untuk
batas antara dua kelompok dalam kurva normal.
Tabel
Ordinat Kurva Normal
P
|
P
|
Ordinat
|
0,200
0,205
-
-
-
-
0,300
|
0,800
0,795
0,700
|
0,27996
0,28413
0,34769
|
Huruf P dalam 2 kolom yang berdekatan merupakan singkatan dari
Proporsi. Kedua P tersebut jika dijumlah selalu 1,00. Keduanya komplementer.
Oleh kerena itu untuk mencari nilai 0 dari P = 0,800 dapat dicari dengan
melihat P = 0,200 atau sebaliknya.
Proporsi pada
ujung-ujung distribusi adalah 0.
Ordinat yang ada disebelah kiri disebut
“ordinat yang lebih rendah”, dan ordinat disebelah kanan disebut “ordinat yang
lebih tinggi”.
6. Membuat
tabel kerja
7. Mencari
standar deviasi total
8. Menghitung
korelasi serial (dalam hal ini disebut kolerasi tri serial karena ada 3 kategori), dengan menggunakan rumus yang
ada.
rser =
K. JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN
Jadwal kegiatan
|
Bulan
|
||||||||||||||||
September
|
Oktober
|
November
|
Desember
|
||||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|
Persiapan
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pelaksanaan
|
|
|
|
|
|
|
√
|
√
|
√
|
√
|
|
|
|
|
|
|
|
Pelaporan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
√
|
√
|
√
|
√
|
|
|
|
L. RINCIAN BIAYA PENELITIAN
Persiapan
: Rp. 600.000,00,-
Pelaksanaan
: Rp. 800.000,00,-
Penyusunan
laporan : Rp. 600.000,00,- +
Jumlah
:
Rp. 2.000.000,00,-
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,Suharsimi.1997.Prosedur Penelitian Edisi Revisi V. JAKARTA. RINEKA CIPTA.
Arikunto,
S. Suhardjono, & supardi .2008. Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta. Bumi Aksara.
Asma, Nur. 2006. Model
Pembelajaran kooperatif. Jakarta. Depdiknas Dirjen Dikti Direktorat
Ketenangan.
Delnitawati, Sujarwo.
2014. Pengaruh Metode Pembelajaran
dan Gaya Belajar Terhadap Hasil Belajar. Medan. Universitas Muslim
Nusantara (UMN) Al- Washliyah.
Depdiknas.
2006. Bunga Rampai Keberhasilan Guru
dalam Pembelajaran (SMA, SMK, dan SLB). Jakarta. Depdiknas.
Dimyati
dan Mudjiono. 2009. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta. PT Rineka Cipta.
Gredler, Margaret E. Bell. 1991. Terjemahan. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta. CV.
Rajawali.
Hamalik,
Oemar. 2006. Proses Belajar Mengajar.
Jakarta. PT Bumi Aksara.
Matondang, Zulkifli. 2011. Meningkatkan Hasil Belajar Statistika Melalui Pemberian Umpan Balik.
PTS UNIMED. Jurnal Tabularasa.
Nasution. S. 2000. Berbagai
Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta. Bumi Aksara.
N.K.
Roestiyah. 2001. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta. PT.RINEKA CIPTA
Santoso, Sugeng.2000. Problematika Pendidikan dan Cara Pemecahannya. Jakarta. Kreasi Pena
Gading.
Santrock, John W. 2007. Psikologi Pendidikan Edisi 2. Prenada Media.
Sudjana,
Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar. (Cet. XV). Bandung: PT. Ramaja Rosdakarya.
Sumaatmadja, Nursid. 1984. Metodologi Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Bandung.
Alumni
Uno,
Hamzah B., Abdul Karim Rauf, dan Najamuddin Petta Solong. 2008. Pengantar Teori Belajar dan Pembelajaran.
(Cet. II). Gorontalo: Nurul Jannah.
Wahidmurni,
Alifin Mustikawan, dan Ali Ridho. 2010. Evaluasi
Pembelajaran: Kompetensi dan Praktik. Yogyakarta. Nuha Letera.
Darmadi, hamid. 2012. Pemberian Tugas Oleh Guru dan Aktivitas
Belajar. [online, diakses pada 07 Juli 2014 : http://hamiddarmadi.blogspot.com/2012/08/pemberian-tugas-oleh-guru-dan-aktivitas.html]
Gunadarma. Psikologi Belajar . [online, diakses pada 07 Juli 2014 : http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/psikologi_belajar/bab1_pengertian_belajar.pdf]
online, diakses pada 07 Juli 2014 : http://www.umnaw.ac.id/wp-content/uploads/2013/01/LAPORAN-SUJARWO.pdf
online, diakses pada 07 Juli 2014 : http://kumpulan-contoh-ptk.blogspot.com/2014/01/pengertian-hasil-belajar-menurut-para-ahli.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar