Rabu, 11 Mei 2016

Hubungan Kerajinan Siswa Dalam Mengerjakan Tugas/PR Dengan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Kimia Kelas XI SMA Muhammadiyah Jayapura Semester Ganjil Tahun Ajaran 2014/2015



Hubungan Kerajinan Siswa Dalam Mengerjakan Tugas/PR Dengan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Kimia Kelas XI SMA Muhammadiyah Jayapura Semester Ganjil Tahun Ajaran 2014/2015
“PROPOSAL PENELITIAN”
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Penelitian Pendidikan Kimia

DOSEN PENGAMPU :
Drs. Alex. A. Lepa, M.Si.
 

Oleh :
Habidah
Nim: 011 014 0052

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS CENDRAWASIH
JAYAPURA
2014

A.       JUDUL PENELITIAN

Hubungan Kerajinan Siswa Dalam Mengerjakan Tugas/PR Dengan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Kimia Kelas XI SMA Muhammadiyah Jayapura Semester Ganjil Tahun Ajaran 2014/2015.

B.       RUANG LINGKUP PENELITIAN DAN BIDANG ILMU

1.             Ruang Lingkup Penelitian

a.         Penelitian akan dilaksanakan pada siswa kelas XI SMA Muhammadiyah Jayapura semester ganjil tahun ajaran 2014/2015.
b.        Objek penelitian ini adalah menganalisis hubungan kerajinan siswa dalam mengerjakan tugas/PR dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran kimia.

2.             Bidang Ilmu

Pendidikan Kimia

C.       LATAR BELAKANG

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No. 20 Tahun 2003).  
Proses pendidikan dan pengajaran di Indonesia diarahkan kepada pencapaian tujuan yaitu pembentukan manusia seutuhnya sehingga berguna bagi usaha tiap pribadi untuk mencapai kebahagiaan hidupnya serta berguna bagi kepentingan Bangsa, Negara dan Agamanya. Ketetapan MPR No. IV / 1973 dibidang pendidikan menentukan arah bagi proses pembentukan manusia Indonesia seutuhnya, sehingga setiap usaha pendidikan dan pengajaran tidak boleh bertentangan dengan ketetapan tersebut yang kemudian menjadi GBHN dalam pendidikan. Setiap lembaga pendidikan formal menjabarkan tujuan pendidikan nasional yang diharapkan tercapai dalam satuan pendidikan yang disediakan untuk lembaga-lembaga pendidikan itu sendiri. Pencapaian tujuan pendidikan formal yang diselenggarakan di sekolah sangat ditentukan oleh banyak faktor yang saling terkait.
Salah satu cabang ilmu yang menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diajarkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah ilmu kimia. Ilmu kimia adalah salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari tentang materi, perubahan materi yang menghasilkan zat baru serta energi yang menyertai perubahan tersebut. Dalam pembelajaran kimia ini salah satu upaya yang dilakukan guru dalam meningkatkan hasil belajar siswa selain pembelajaran di sekolah yaitu dengan pemberian tugas/PR yang dikerjakan di luar jam sekolah.
Dengan banyaknya kegiatan pembelajaran di sekolah, dalam usaha meningkatkan mutu dan frekuensi isi pelajaran, maka sangat menyita waktu siswa untuk melakasanakan kegiatan belajar. Untuk mengatasi keadaan tersebut guru perlu memberikan tugas-tugas. Menurut Roestiyah NK (2001:133) mengatakan : “Teknik pemberian tugas atau resitasi biasanya digunakan dengan tujuan agar siswa memiliki hasil belajar yang lebih mantap, karena siswa melaksanakan latihan-latihan selama melakukan tugas, sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu dapat lebih terintegrasi”. Searah dengan itu Inne Ibrahim dan Nana Syaodih S. (2003:107) bahwa : “Metode pemberian tugas dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada siswa melakukan tugas atau kegiatan yang berhubungan dengan pelajaran seperti mengerjakan soal-soal, mengumpulkan kliping, dan sebagainya”. Dari pendapat di atas bahwa pemberian tugas adalah cara yang diberikan oleh guru untuk merangsang anak didik aktif belajar melaksanakan latihan-latihan agar hasil belajar lebih baik.
Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar di akhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, sedangkan dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 3).
Menurut Sudjana (2010: 22), hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Selanjutnya Warsito (dalam Depdiknas, 2006: 125) mengemukakan bahwa hasil dari kegiatan belajar ditandai dengan adanya perubahan perilaku ke arah positif yang relatif permanen pada diri orang yang belajar. Sehubungan dengan pendapat itu, maka Wahidmurni, dkk. (2010: 18) menjelaskan bahwa sesorang dapat dikatakan telah berhasil dalam belajar jika ia mampu menunjukkan adanya perubahan dalam dirinya. Perubahan-perubahan tersebut di antaranya dari segi kemampuan berpikirnya, keterampilannya, atau sikapnya terhadap suatu objek.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Kerajinan Siswa Dalam Mengerjakan Tugas/PR Dengan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Kimia Kelas XI SMA Muhammadiyah Jayapura Semester Ganjil Tahun Ajaran 2014/2015”.

D.       RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah Apakah ada hubungan antara kerajinan siswa dalam mengerjakan tugas/PR dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran kimia kelas XI SMA Muhammadiyah Jayapura semester ganjil tahun ajaran 2014/2015.

E.       TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kerajinan siswa dalam mengerjakan tugas/PR dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran kimia kelas XI SMA Muhammadiyah Jayapura semester ganjil tahun ajaran 2014/2015.

F.        MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat yang diharapakan  dalam penelitian ini adalah :

1.             Untuk memberikan informasi kepada guru kimia bahwa ada hubungan antara kerajinan siswa dalam mengerjakan tugas/PR dengan prestasi belajarnya.

2.             Dapat dijadikan bahan masukan kepada guru dalam menilai prestasi belajar siswa.

3.             Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan keterampilan bagi peneliti.



G.      TINJAUAN PUSTAKA

1.         Belajar

Pendidikan merupakan sarana untuk belajar. Secara formal, setiap individu belajar melalui berbagai interaksi sebagaimana ia berinteraksi dengan guru, teman sebaya, lingkungan dan sebagainya. Belajar merupakan kegiatan bagi setiap orang, pengetahuan, keterampilan, kegemaran dan sikap serta perkembangan disebabkan belajar. Jika dapat diasumsikan, dalam diri individu terjadi suatu proses yang mengakibatkan perubahan tingkah laku.
Pandangan seseorang guru terhadap pengertian belajar akan mempengaruhi tindakannya dalam membimbing siswa untuk belajar. Berbicara pengertian belajar telah banyak konsep yang dirumuskan oleh para ahli yang berhubungan denga teori belajar.
Teori belajar behaviorisme (tingkah laku) menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku. Seseorang telah dianggap telah belajar sesuatu bila ia mampu menunjukkan tingkah laku. Menurut teori ini, yang terpenting adalah masukan/input yang berupa masukan dan keluaran/output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon itu dianggap tak penting diperhatikan sebab tidak bisa di amati. Selanjutnya, teori belajar kognitivisme menyatakan bahwa belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman (Uno, dkk., 2008: 56 & 59).
Merujuk pada teori-teori belajar di atas, Burton (dalam Usman dan Setiawati, 2001: 4) mengemukakan hal senada dengan teori behaviorisme di mana belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Kemudian Witherington (dalam Usman dan Setiawati, 2001: 5) menyatakan bahwa “Belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan kepribadian atau suatu pengertian”. Selanjutnya, Gagne (dalam Slameto, 2010: 13) memberikan dua definisi belajar, yakni: (1) belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku; dan (2) belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi.
Proses belajar yang terjadi antara guru dan siswa akan memberikan implikasi terhadap perkembangan, baik kognitif, afektif maupun psikomotorik. Yang pada awalnya siswa belum mengetahui tentang suatu konsep , seperti yang  dinyatakan oleh Gredler (1991) bahwa belajar adalah proses seseorang dalam memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan dan sikap. Sedangkan menurut santoso (2000), belajar adalah proses perubahan yang terus menerus terjadi dalam individu yang tidak ditentukan oleh faktor-faktor dari luar. Hal ini dapat berarti bahwa interaksi yang terjadi secara terus-menerus antara siswa dan guru akan mempengaruhi perubahan yabg terjadi pada diri siswa. Santrock (2007), mendefinisikan belajar (learning) sebagai pengaruh permanen atas perilaku, pengetahuan dan keterampilan berfikir yang diperoleh melaui pengalaman. Sedangkan menurut Asma (2006), kegiatan belajar merupakan kegiatan yang terselenggara secara pribadi dan merupakan proses sosial yang terjadi ketika masing-masing individu berinteraksi satu sama lain dan membangun sebuah pengertian dan pengetahuan bersama.
Dari beberapa pengertian belajar diatas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan usaha sadar yang berproses dan berkesinambungan yang dilakukan individu dalam perubahan tingkah laku melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik dalam memperoleh tujuan yang diniatkan, sehingga belajar memiliki karakteristik:
1.      Belajar menunjukkan suatu aktivitas diri siswa baik disadari maupun tidak,
2.      Belajar merupakan interaksi terhadap lingkungan baik secara visual, auditorial dan kinestetik,
3.      Hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku.

2.         Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar di akhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, sedangkan dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 3).
Menurut Sudjana (2010: 22), hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Selanjutnya Warsito (dalam Depdiknas, 2006: 125) mengemukakan bahwa hasil dari kegiatan belajar ditandai dengan adanya perubahan perilaku ke arah positif yang relatif permanen pada diri orang yang belajar. Sehubungan dengan pendapat itu, maka Wahidmurni, dkk. (2010: 18) menjelaskan bahwa sesorang dapat dikatakan telah berhasil dalam belajar jika ia mampu menunjukkan adanya perubahan dalam dirinya. Perubahan-perubahan tersebut di antaranya dari segi kemampuan berpikirnya, keterampilannya, atau sikapnya terhadap suatu objek.
Jika dikaji lebih mendalam, maka hasil belajar dapat tertuang dalam taksonomi Bloom, yakni dikelompokkan dalam tiga ranah (domain) yaitu domain kognitif atau kemampuan berpikir, domain afektif atau sikap, dan domain psikomotor atau keterampilan. Sehubungan dengan itu, Gagne (dalam Sudjana, 2010: 22) mengembangkan kemampuan hasil belajar menjadi lima macam antara lain:
1.      Hasil belajar intelektual merupakan hasil belajar terpenting dari sistem lingsikolastik;
2.      strategi kognitif yaitu mengatur cara belajar dan berfikir seseorang dalam arti seluas-luasnya termaksuk kemampuan memecahkan masalah;
3.      sikap dan nilai, berhubungan dengan arah intensitas emosional dimiliki seseorang sebagaimana disimpulkan dari kecenderungan bertingkah laku terhadap orang dan kejadian;
4.      informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta; dan
5.      keterampilan motorik yaitu kecakapan yang berfungsi untuk lingkungan hidup serta memprestasikan konsep dan lambang.
Untuk mengetahui hasil belajar seseorang dapat dilakukan dengan melakukan tes dan pengukuran. Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai pengumpul data yang disebut dengan instrumen penilaian hasil belajar. Menurut Wahidmurni, dkk. (2010: 28), instrumen dibagi menjadi dua bagian besar, yakni tes dan non tes. Selanjutnya, menurut Hamalik (2006: 155), memberikan gambaran bahwa hasil belajar yang diperoleh dapat diukur melalui kemajuan yang diperoleh siswa setelah belajar dengan sungguh-sungguh. Hasil belajar tampak terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur melalui perubahan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.
Berdasarkan konsepsi di atas, pengertian hasil belajar dapat disimpulkan sebagai perubahan perilaku secara positif serta kemampuan yang dimiliki siswa dari suatu interaksi tindak belajar dan mengajar yang berupa hasil belajar intelektual, strategi kognitif, sikap dan nilai, inovasi verbal, dan hasil belajar motorik. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.

3.         Pemberian tugas/PR

Kegiatan interaksi pembelajaran harus selalu ditingkatkan efektivitas dan efesiensinya. Dengan banyaknya kegiatan pembelajaran di sekolah, dalam usaha meningkatkan mutu dan frekuensi isi pelajaran, maka sangat menyita waktu siswa untuk melakasanakan kegiatan belajar. Untuk mengatasi keadaan tersebut guru perlu memberikan tugas-tugas. Menurut Roestiyah NK (2001:133) mengatakan : “Teknik pemberian tugas atau resitasi biasanya digunakan dengan tujuan agar siswa memiliki hasil belajar yang lebih mantap, karena siswa melaksanakan latihan-latihan selama melakukan tugas, sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu dapat lebih terintegrasi”. Searah dengan itu Inne Ibrahim dan Nana Syaodih S. (2003:107) bahwa : “Metode pemberian tugas dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada siswa melakukan tugas atau kegiatan yang berhubungan dengan pelajaran seperti mengerjakan soal-soal, mengumpulkan kliping, dan sebagainya”.
Dari pendapat di atas bahwa pemberian tugas adalah cara yang diberikan oleh guru untuk merangsang anak didik aktif belajar melaksanakan latihan-latihan agar hasil belajar lebih baik. untuk lebih memantapkan pengusaan terhadap materi yang telah disampaikan, maka siswa diberikan tugas, misalnya membuat kesimpulan atau generalisasi dari hasil penyampaian atau mengerjakan pekerjaan rumah.
a.      Pelaksanaan Pemberian Tugas
Sebelum guru memberikan tugas kepada siswa, guru harus mempertimbangkan penggunaan metode ini. Apakah tugas-tugas itu wajar diberikan, apakah memberatkan siswa, apakah siswa mampu melaksanakannya atau ada kemungkinan-kemungkinan lain yang mengganggu siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Untuk itu Roestiyah NK (2001:136) bahwa dalam pelaksanaan pemberian tugas guru perlu memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut :
1.         Merumuskan tujuan khusus dari tugas yang diberikan.
2.         Mempertimbangkan betul-betul apakah pemilihan teknik resitasi itu telah dapat mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
3.         Guru perlu merumuskan tugas-tugas dengan jelas dan mudah dimengerti.
Dari pendapat diatas, guru dalam menggunakan teknik ini agar sasarannya dapat tercapai, maka perlu mempertimbangkan apakah tujuan yang akan di capai dengan tugas cukup jelas. Untuk itu Nursid Sumaatmadja (1984:110) dalam memberikan tugas, guru dalam merumuskan tujuan yang jelas adalah:
1.      Merangsang untuk bekerja lebih baik, memupuk tanggung jawab, inisiatif dan berdidri sendiri.
2.      Membengkitkan minat siswa untuk mengisi waktu luasng dengan kegiatan sekolah.
3.      Memperkaya pengalaman-pengalaman sekolah dengan kegiatan-kegiatan di luar sekolah.
4.      Memperkuat hasil belajar di sekaolah dengan latihan-latihan berharga, penting dan terintegrasi.
Setelah siswa memahami tujuan dan makna tugas, maka siswa akan melaksanakan tugas  dengan belajar sendiri dengan tujuan-tujuan yang telah digariskan dari penjelasan guru. Dalam proses ini guru perlu mengontrol pelaksanaan tugas, lebih-lebih pada saat tugas yang dikerjakan di sekolah. Jika tugas yang dikerjakan oleh siswa tidak sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan, maka guru dapat mem berikan bentuk tugas lain, agar apa yang diharapkan dapat tercapai. Dalam pelaksanaan metode ini guru dapat memberikan tugas berupa pemberian tugas dalam proses pembelajaran dan pemberian tugas di rumah.
b.      Pemberian Tugas dalam Proses Pembelajaran
Bentuk-bentuk tugas yang dapat diberikan pada pekerjaan sekolah maupun pekerjaan rumah dapat dibedakan ke dalam dua bagian, yaitu tugas individual dan tugas kelompok. Menurut Nursid Sumaatmadja (1984:111) bahwa: “Tugas individual lebih ditekankan kepada pembinaan kognitif-afektif-psikomotor siswa secara individual”. Sedangkan menurut Nana Sudjana  (1996:86) bahwa : “Tugas kelompok lebih menekankan aktivitas belajar siswa secara bersama dalam kelompok sehingga mengembangkan hubungan sosial dalam pemecahan masalah belajar”.
Dari pendapat di atas menurut S. Nasution (2000:119) bahwa sifat-sifat tugas individual ini adalah :
1.   Self-Intructive
Tugas ini biasanya di cetak atau distensil. Anak-anak harus membaca sendiri instruksi atau petunjuk-petunjuk tentang cara melakukan tugas itu, sedapat mungkin tanpa bantuan dari pihak guru, jadi berdasarkan maximum self help, yakni menolong diri secara maksimal.
2.      Self-Corrective
Artinya berisi jawaban sehingga anak itu dapat memeriksa pekerjaannya sendiri dan dengan demikian mengetahui hasil belajarnya. Anak dapat memperbaiki kesalahannya sendiri.
Tugas individual di atas siswa dituntut menurut kesanggupan dan kerajinan masing-masing. Sungguhpun demikian, tugas individual ini siswa di beri kesempatan untuk berdialog dengan siswa lain, namun tetap tugas yang harus diselesaikannya bersifat perorangan. Langkah langkah yang harus di tempuh oleh guru dalam pemberian tugas individual ini menurut Nana Sudjana (1996:83) adalah :
a.       Berdasarkan tujuan dan bahan yang telah disiapkan sebelumnya (pada satpel), guru menjelaskan tujuan pengajaran yang harus dicapai siswa (TIK) dan cara siswa belajar dengan model mengajar perorangan.
b.      Guru menjelaskan bahan pengajaran secara sistematis dan logis. Pokok bahan iytu di tulis di papan tulis. Beri kesempatan kepada siswa untuk bertanya sampai bahan tersebut dikuasai betul oleh para siswa (tugas tanpa bahan). Bagikan bahan atau sumber belajar, misalnya buku pelajaran atau buku modul untuk dipelajari oleh siswa. Jika tidak ada buku sumber, bahan itu di buat oleh guru secara tertulis agar dapat dipelajari siswa (tugas dengan bahan).
c.       Bagikan lembaran kerja untuk setiap siswa. Lembaran kerja berisi tugas-tugas ataupun soal-soal yang bersumber dari bahan yang telah dijelaskan oleh guru atau dipelajari siswa. Tugas atau soal biasanya berisi pertanyaan ingatan dan atau pikiran, membuat atau mencari contoh-contoh dari setiap konsep yang telah dipelajari, aplikasi dari konsep dalam pemecahan masalah, membuat diagram (grafik)atau uraian tentang konsep yang telah dipelajarinya, membuat ikhtisar (rangkuman) dari bahan, dan lain-lain. Jika kerja tidak tertulis oleh para siswa pada buku mereka masing-masing. Lembaran kerja dikerjakan oleh setiap siswa secara perorangan.
d.      Guru memantau dan memeriksa kegiatan belajar siswa dalam mengerjakan lembaran kerja, sekaligus memberi bantuan, arahan bagi siswa yang memerlukannya.
e.       Setelah selesai, diperiksa bersama-sama dengan cara menukar pekerjaan dengan teman lain, lalu guru menjelaskan setiap jawabannya.
f.       Kekeliruan dan kesalahan jawaban diperbaiki oleh setiap siswa. Jika ada yang belum jelas, guru memberi kesempatan bertanya kepada siswa tugas-tugas mana yang masih perlu penjelasan lebih lanjut. Hasil pekerjaan siswa dijadikan bahan penilaian guru.
g.      Akhiri pelajaran dengan memberikan tugas-tugas pekerjaan rumah, baik yang berkenaan dengan bahan yang telah dipelajari atau dengan bahan yang akan dipelajari berikutnya.
Dari pendapat di atas bahwa metode pemberian tugas sekolah secara inividual ini biasanya lebih efektif, karena siswa dihadapkan kepada tugas-tugas dan pekerjaannya masing-masing. Kelas lebih tertib dan sederhana, tak perlu mengubah posisi tempat seperti pada tugas sekolah yang berbentuk kelompok.
Selain tugas individu, pekerjaan sekolah dapat diberikan dalam bentuk pekerjaan kelompok. Karena kelas di bentuk ke dalam kelompok-kelompok maka pengelompokan siswa perlu pertimbangan-pertimbangan tertentu. Menurut Nana Sudjana (1996:86) adalah :
a.       Siswa sebagai individu memiliki kemampuan yang berbeda satu sama lain. Perbedaan ini harus diupayakan agar tidak menimbulkan efek psikologis bagi siswa yang prestasina rendah. Melalui belajar kelompok diharapkan perbedaan-perbedaan kemampuan dan prestasi yang dicapainya bisa ditingkatkan sebab dapat memperoleh informasi tambahan dari kelompoknya. Ia bisa belajar dari teman kelompoknya.
b.      Siswa sebagai makhluk sosial memiliki dorongan yang kuat untuk menampilkan keakuannya di depan orang lain, dan memiliki kebutuhan untuk berkomunikasi dengan orang lain, dan memiliki kebutuhan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Melalui diskusi kelompok, keakuan dan kebutuhan tersebut dapat disalurkan bahkan diarahkan kepada kreativitas belajar sesuai dengan kapasitasnya.
c.       Tidak semua masalah belajar dapat dipecahkan sendiri sehingga dibutuhkan bantuan dan pendapat orang lain. Pemecahan masalah oleh banyak orang akan lebih tepat dan akurat dibandingkan dengan pendapat sendiri.
d.      Proses dan hasil belajar yang diperoleh dari diskusi kelompok lebih kaya dan komprehensif. Siswa memperoleh kesempatan untuk belajar berbicara mengemukakan pendapatnya, belajar menghargai pendapat orang lain, toleransi sosial, keberanian berbicara menanggapi pendapat orang lain, belajar dasar-dasar berorganisasi dan lain-lain.
e.       Penggunaan diskusi kelompok dapat dilakukan di dalam kelas atau di luar kelas untuk mengerjakan tugas sekolah. Dengan demikian bisa membantu para siswa menyelesaikan tugas dan tuntutan belajarnya.

Keberhasilan memberikan tugas kelompok kepada siswa sangat bergantung pada masalah yang di angkat oleh guru. Masalah harus bersumber dari bahan pelajaran agar relevan dengan pencapaian tujuan pembelajaran, sesuai dengan tingkat pemahaman siswa. Adapun jenis tugas kelompok yang dapat digunakan oleh guru adalah :
a.      Tugas Kelompok di dalam Kelas
Tugas kelompok di dalam kelas merupakan kegiatan yang diberikan oleh guru dan dilaksanakan di dalam kelas. Tugas kelompok di dalam kelas, biasanya berupa diskusi kelompok. Menurut Nana Sudjana (2000:79) bahwa: “Diskusi adalah tukar menukar infomasi, pendapat dan unsur pengalaman secara teratur dengan amaksud untuk mendapat pengertian bersama yang lebih jelas dan teliti tentang sesuatu, atau untuk mempersiapkan dan merampungkan keputusan bersama”. Sejalan dengan itu JJ. Hasibuan dan Ibrahim (1991:98) mengatakan: “Diskusi adalah suatu percakapan atau pembicaraan antara dua orang atau lebih”.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa diskusi adalah tukar menukar informasi secara teratur antara beberapa orang. Diskusi selalu terjadi dalam kelompok, baik kelompok besar maupun kelompok kecil. Sesuai dengan penggunaan dalam proses pembelajaran, maka diskusi kelompok harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut Hasibuan J.J. dan Ibrahim (1991:99) syarat-syarat tersebut adalah :
1)      Melibatkan kelompok anggotanya berkisar antara 3-9 orang.
2)      Berlangsung dalam interaksi secara bebas (tidak ada tekanan atau paksaan) dan langsung, artinya semua anggota kelompok mendapat kesempatan untu saling beradu pandang dan dan saling mendengar serta berkomunikasi satu dengan yang lain
3)      Mempunyai tujuan tertentu yang akan di capai dengan kerja sama antara anggota kelompok.
4)      Berlangsung menurut suatu proses yang teratur dan sistematis menuju suatu kesimpulan.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa diskusi kelompok dalam proses pembelajaran adalah suatu proses percakapan yang teratur yang melibatkan kelompok siswa dalam interaksi tatap muka yang bebas dan terbuka dengan tujuan berbagi informasi dan pengalaman serta mengambil keputusan bersama.
Menurut Masnur dan Nur Hasanah (1992:86) ada tiga bentuk diskusi yang dilaksanakan di kelas, yaitu:
1)      Pertemuan untuk memecahkan masalah sosial, yang berkenaan dengan masalah-masalah tingkah laku sosial. Siswa berusaha membagi tanggung jawab belajar dan bertingkah laku dengan memecahkan masalah-masalah mereka di dalam kelas.
2)      Pertemuan terbuka (opended meeting). Siswa di minta mendiskusikan persoalan-persoalan yang bertalian dengan hidup mereka dan yang mungkin pula bertalian dengan kurikulum kelas.
3)      Pertemuan diagnostik kependidikan, yang berhubungan langsung dengan apa yang sedang dipelajari di kelas itu.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk diskusi yang dilaksanakan bermaksud untuk membantu siswa mengalami tingkah laku sesuai dengan tujuan, sehingga mereka lebih responsif terhadap lingkungannya. Kegiatan diskusi dapat berlangsung secara efektif harus didahului perencanaan dan persiapan yang matang. Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum guru memberikan tugas diskusi kelompok menurut JJ. Hasibuan dan Ibrahim (1991:103) adalah:
1)      Pemilihan topik.
2)      Perumusan masalah.
3)      Penyiapan informasi pendahuluan.
4)      Penyiapan diri sebaik-baiknya sebagi pemimpin diskusi.
5)      Penetapan besar kelompok.
6)      Pengaturan tempat duduk.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan dan persiapan diskusi akan mempengaruhi pelaksanaan diskusi kelompok tersebut. Selanjutnya JJ. Hasibuan dan Ibrahim (1991:105) kembali menegaskan bahwa : Setelah perencanaan dan persiapan dilakukan maka guru sebagai pemimpin diskusi kelompok, perlu memiliki keterampilan, yaitu:
1)      Memusatkan perhatian.
2)      Memperjelas masalah atau urunan pendapat.
3)      Menganalisis pandangan siswa.
4)      Meningkatkan urunan siswa.
5)      Menyebarkan kesempatan berpartisipasi.
6)      Menutup diskusi.
Dari pendapat di atas maka dalam melaksanakan diskusi yang merupakan tugas kelompok yang dilakukan di dalam kelas, guru harus melaksanakan dengan baik apa yang menjadi tujuan yang telah ditetapkan. Dalam memberikan tugas kepada siswa tentunya guru dapat melihat kebaikan dan kelemahan dalam pemberian tugas tersebut. Kebaikan dan kelemahan pemberian tugas kelompok di dalam kelas ini menurut Masnur dan  Nur Hasanah (1992:88), yaitu :


Ø Kelebihan tugas kelompok di dalam kelas.
1)      Guru bebas melaksanakan dan memberikan bantuan kepada siswa.
2)      Melibatkan siswa secara langsung dalam proses belajar.
3)      Menyediakan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi.
4)      Siswa yang berperan serta dalam suatu tugas dapat mengembangkan rasa percaya diri (self confidence).
5)      Membantu siswa menyadari bahwa pemecahan suatu masalah adalah berkat sumbangan orang lain.
6)      Pengumpulan dan pemusatan informasi bersumber dari para anggota kelompok yang berbeda-beda latar belakang dan pengalamannya.
7)      Tugas ini memberikan kemudahan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial di sekolah.
8)      Mendorong siswa mempraktekkan proses-proses intelektual.
9)      Tugas ini dapat digunakan secara bervariasi.
10)  Tugas ini menuntut sikap saling memberi dan menerima unutk membantu siswa untuk memahami dan mempersiapkan diri untuk berperan dalam masyarakat.
11)  Menyediakan kesempatan kepada siswa dan guru untuk mengembangkan hubungan antar insani yang efektif.
12)  Memperluas kemandirian intelektual siswa dan tidak bergantung pada pendapat guru saja.
Ø  Kelemahan tugas Kelompok di kelas.
1)      Tugas ini tidak menjamin dalam mengambil keputusan.
2)      Tugas ini tidak dapat diramalkan.
3)      Tugas ini tidak akan berfungsi dengan baik jika peserta dalam kelompok tidak memiliki latar belakang kemampuan umum.
4)      Tugas ini membutuhkan pengaturan fisik.

b.      Tugas Kelompok di Luar kelas
Tugas kelompok di luar kelas merupakan kegiatan yang diberikan oleh guru dan dilaksanakan di luar kelas. Tugas kelompok di luar kelas dapat berupa penelitian kelompok. Menurut Masnur dan Nur Hasanah (1992:92) bahwa: “Penelitian kelompok adalah kegiatan sekelompok siswa yang di organisasi untuk melakukan studi. Mereka di pilih atau ditempatkan oleh guru, bekerja sama dalam rangka menjawab atau memecahkan suatu masalah”. Sedangkan Nana Sudjana (2000:82) bahwa: “Penelitian kelompok adalah bekerja dalam situasi kelompok untuk menemukan suatu permasalahan”.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian kelompok adalah suatu kegiatan yang diberikan oleh guru untuk menemukan atau pemecahan masalah. Penelitian kelompok merupakan tugas kelompok yang diberikan oleh guru untuk dilaksanakan atau dikerjakan atau di luar sekolah. Untuk itu dasar pengelompokan harus sesuai dengan keadaan siswa, agar pelaksanaan akan dapat terkoordinir secara tepat. Menurut Nana Sudjana (2000:82) kelompok bisa di buat berdasarkan :
1)      Perbedaan individual dalam kemampuan belajar, terutama bila kelas itu sifatnya heterogen dalam belajar.
2)      Perbedaan minat belajar, di buat kelompok yang terdiri atas siswa yang punya minat yang sama.
3)      Pengelompokan berdasarkan jenis pekerjaan yang diberikan.
4)      Pengelompokan atas dasar wilayah tempat tinggal siswa.
5)      Pengelompokan secara random atau lotre.
6)      Pengelompokan atas dasar jenis kelamin.
Dari pernyataan di atas, sebaiknya kelompok satu dengan kelompok lain harus seimbang, baik dari segi kemampuan belajar maupun jenis kelamin. Penelitian kelompok pada dasarnya adalah suaru proses alami sejak jaman dahulu dan dan diterapkan dalam proses pembelajaran.
Dalam melaksanakan penelitian kelompok harus diperhatikan teknik pelaksanaaan penelitian kelompok. Menurut Masnur dan Nur Hasanah (1982:95) bahwa teknik pelaksanaan penelitian kelompok adalah :
1)      Guru menentukan suatu topik yang dipelajari oleh kelas yang bersumber dari suatu bidang studi tertentu.
2)      Guru dan siswa merinci topik yang akan dipelajari, menjadi sub topik atau masalah.
3)      Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan masalah
4)      Tiap kelompok melakukan kegiatan penelitian (investigation) di pimpin oleh ketua kelompok melalui tahap-tahap:
a)      Perencanaan.
b)      Pengumpulan infomasi.
c)      Mengorganisasi informasi.
d)     Merangkum.
5)      Pada waktu kelompok belajar/melakukan, guru harus berkunjung atau melihat tiap-tiap kelompok.
6)      Setiap kelompok memberikan laporan kepada kelas.
7)      Menyimpulkan hasil penelitian semua kelompok.
Dari pendapat di atas maka untuk mencapai hasil yang baik dari pelaksanaan penelitian kelompok pemecahan masalah dapat di pandang suatu unit di pecahkan bersama dan dikerjakan bersama-sama pula. Penelitian kelompok tidak sama dengan pengajaran kelompok kecil. Pengajaran kelompok kecil pada hakikatnya adalah pengajaran individual, di mana guru menggunakan macam-macam strategi mengajar. Sedangkan penelitian kelompok menuntut pola tingkah laku guru ang membantu siswa melaksanakan tujuan-tujuan kerjasama kelompok.Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam memberikan tugas kelompok di dalam kelas tidak selalu efektif karena para siswa harus berpartisipasi dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru.
c.       Pemberian Tugas di Rumah
Melihat terbatasnya waktu proses pembelajaran dan banyaknya materi yang harus diberikan kepada siswa, maka guru bisa memberikan pekerjaan rumah kepada siswa. Pekerjaan rumah merupakan salah satu metode pemberian tugas oleh guru. Sama halnya dengan pekerjaan sekolah, pekerjaan rumah dapat dikerjakan secara individu maupun secara kelompok. Kelebihan dari tugas ini, siswa memiliki waktu yang banyak sehingga lebih leluasa untuk mnengerjakannya. Menurut Nursid Sumaatmadja (1984:111) jenis tugas yang dapat diberikan adalah :
1.      Menjawab pertanyaan dan memecahkan persoalan secara individual.
2.      Menyusun karya tulis baik secara individual maupun kelompok.
3.      Membuat laporan kunjungan ke berbagai obyek yang dilakukan secara individual ataupun kelompok.
4.      Membuat laporan buku secara individual.
5.      Mengumpulkan artikel-artikel dari majalah dan surat kabar secara individual.
6.      Membuat media pelajaran yang sederhana yang berkenaan dengan pengajaran, baik secara individual maupun kelompok.
Dari pendapat di atas, bahwa secara garis besar pemberian tugas berupa pekerjaan rumah harus melihat waktu untuk mengerjakannya, sehingga apa yang diinginkan dari tugas tersebut dapat tercapai dengan baik.

4.         Evaluasi

Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan diketahui bagaimana kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Istilah evaluasi sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, akan tetapi kata ini adalah kata serapan dari bahasa Inggris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (Echols dan Shadily, 2000 : 220). Sedangkan menurut pengertian istilah “evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan” (Yunanda : 2009).
Pemahaman mengenai pengertian evaluasi dapat berbeda-beda sesuai dengan pengertian evaluasi yang bervariatif oleh para pakar evaluasi. Menurut Stufflebeam dalam Lababa (2008), evaluasi adalah “the process of delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision alternatives," Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan. Masih dalam Lababa (2008), Worthen dan Sanders mendefenisikan “evaluasi sebagai usaha mencari sesuatu yang berharga (worth). Sesuatu yang berharga tersebut dapat berupa informasi tentang suatu program, produksi serta alternatif prosedur tertentu”.
Tague-Sutclife (1996 : 1-3), mengartikan evaluasi sebagai "a systematic process of determining the extent to which instructional objective are achieved by pupils". Evaluasi bukan sekadar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik, dan terarah berdasarkan tuiuan yang jelas.
Dari definisi evaluasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan, selanjutnya menyajikan informasi dalam rangka pengambilan keputusan terhadap implementasi dan efektifitas suatu program.
Evaluasi meliputi mengukur dan menilai yang digunakan dalam rangka pengambilan keputusan. Hubungan antara pengukuran dan penilaian saling berkaitan. Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran atau kriteria tertentu (meter, kilogram, takaran dan sebagainya), pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian berarti menilai sesuatu. Sedangkan menilai itu mengandung arti, mengambil keputusan terhadap sesuatu yang berdasarkan pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh dan sebagainya. Dan penilaian bersifat kualitatif. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Arikunto (2009 : 3) bahwa mengukur adalah ,membandingkan sesuatu dengan satu ukuran (bersifat kuantitatif), menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk (bersifat kualitatif), dan evaluasi meliputi kedua langkah tersebut di atas.
Pendapat lain mengenai evaluasi disampaikan oleh Arikunto dan Cepi (2008 : 2), bahwa: Evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision maker untuk menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan.
Sedangkan Uzer (2003 : 120), mengatakan bahwa: Evaluasi adalah suatu proses yang ditempuh seseorang untuk memperoleh informasi yang berguna untuk menentukan mana dari dua hal atau lebih yang merupakan alternatif yang diinginkan, karena penentuan atau keputusan semacam ini tidak diambil secara acak, maka alternatif-alternatif itu harus diberi nilai relatif, karenanya pemberian nilai itu harus memerlukan pertimbangan yang rasional berdasarkan informasi untuk proses pengambilan keputusan.
Menurut Djaali dan Pudji (2008 : 1), evaluasi dapat juga diartikan sebagai “proses menilai sesuatu berdasarkan kriteria atau tujuan yang telah ditetapkan yang selanjutnya diikuti dengan pengambilan keputusan atas obyek yang dievaluasi”. Sedangkan Ahmad (2007 : 133), mengatakan bahwa “evaluasi diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu (ketentuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, obyek,dll.) berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian”.
Untuk menentukan nilai sesuatu dengan cara membandingkan dengan kriteria, evaluator dapat langsung membandingkan dengan kriteria namun dapat pula melakukan pengukuran terhadap sesuatu yang dievaluasi kemudian baru membandingkannya dengan kriteria. Dengan demikian evaluasi tidak selalu melalui proses mengukur baru melakukan proses menilai tetapi dapat pula evaluasi langsung melalui penilaian saja. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Crawford (2000 : 13), mengartikan penilaian sebagai suatu proses untuk mengetahui/menguji apakah suatu kegiatan, proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah ditentukan.
Dari pengertian-pengertian tentang evaluasi yang telah dikemukakan beberapa ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang evaluasi yakni evaluasi merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program. Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut. Karenanya, dalam keberhasilan ada dua konsep yang terdapat didalamnya yaitu efektifitas dan efisiensi. “Efektifitas merupakan perbandingan antara output dan inputnya sedangkan efisiensi adalah taraf pendayagunaan input untuk menghasilkan output lewat suatu proses” (Sudharsono dalam Lababa, 2008).
Jadi evaluasi bukan merupakan hal baru dalam kehidupan manusia sebab hal tersebut senantiasa mengiringi kehidupan seseorang. Seorang manusia yang telah mengerjakan suatu hal, pasti akan menilai apakah yang dilakukannya tersebut telah sesuai dengan keinginannya semula.
Ø  Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Setiap kegiatan yang dilaksanakan pasti mempunyai tujuan, demikian juga dengan evaluasi. Menurut Arikunto (2002 : 13), ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada masing-masing komponen.
Menurut Crawford (2000 ; 30), tujuan dan atau fungsi evaluasi adalah :
1.      Untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai dalam kegiatan.
2.      Untuk memberikan objektivitas pengamatan terhadap prilaku hasil.
3.      Untuk mengetahui kemampuan dan menentukan kelayakan.
4.      Untuk memberikan umpan balik bagi kegiatan yang dilakukan.
Pada dasarnya tujuan akhir evaluasi adalah untuk memberikan bahan-bahan pertimbangan untuk menentukan/membuat kebijakan tertentu, yang diawali dengan suatu proses pengumpulan data yang sistematis

H.       RUMUSAN ANGGAPAN DASAR DAN HIPOTESIS

1.              Rumusan Anggapan Dasar

a.         Hasil belajar siswa berbeda-beda.
b.        Materi yang diberikan kepada siswa sama.
c.         Terdapat hubungan antara kerajinan siswa dalam mengerjakan tugas/PR dengan hasil belajar siswa.
d.        Pemberian tugas/PR dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

2.             Rumusan Hipotesis

Kerajinan siswa dalam mengerjakan tugas/PR berhubungan dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran kimia kelas XI SMA Muhammadiyah Jayapura semester ganjil tahun ajaran 2014/2015.

I.          METODOLOGI PENELITIAN

1.             Jenis/Sifat Penelitian

Jenis penelitian ini yaitu penelitian deskriptif yang bersifat noneksperimen dengan mendeskripsikan data-data yang diperoleh dari hasil tugas siswa pada mata pelajaran kimia kelas XI dan studi kepustakaan.

2.             Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di SMA Muhammadiyah Jayapura.

3.             Variabel Penelitian

Yang menjadi variabel dari penelitian ini adalah:

a.       Variabel bebas : kerajinan siswa dalam mengerjakan tugas/PR.

b.      Variabel terikat : hasil belajar siswa pada mata pelajaran kimia.

4.             Populasi

Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Muhammadiyah Jayapura.

5.             Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu  :

1.        Dokumentasi

Dalam penelitian ini dokumentasi digunakan untuk memperoleh data nama-nama siswa yang akan menjadi sampel penelitian dan untuk memperoleh data nilai tugas siswa kelas XI SMA Muhammadiyah Jayapura pada mata pelajaran kimia.

2.        Observasi

Observasi adalah suatu metode pengumpulan data dengan jalan pengamatan yang bertujuan untuk mendapatkan data tentang suatu masalah sehingga diperoleh suatu pemahaman dan dilakukan  secara langsung, seksama dan sistematis. Dalam penelitian ini observasi digunakan untuk mengamati kerajinan/keseriusan siswa dalam mengerjakan tugas/PR dan ketepatan waktu mengumpulkan tugas tersebut serta keberanian siswa mengerjakan tugas di depan kelas.

3.        Angket

Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal ia ketahui. Dalam penelitian ini angket digunakan untuk memperoleh tanggapan siswa tentang tugas-tugas yang diberikan oleh guru.



J.         TEKNIK ANALISIS DATA

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi The Widespread Biserial Correlation dengan menggunakan rumus :
rser =
Dimana:
rser = koefisien korelasi biserial
0r = ordinat yang lebih rendah
0t = ordinat yang lebih tinggi
M = mean
SDtot = standar deviasi total
P = proporsi individu dalam golongan.
Dalam analisis ini kerajinan siswa mengerjakan tugas diukur dengan mengelompokkannya kedalam tiga kelompok yaitu kelompok rajin (R), sedang (S) dan malas (M).
Apabila melihat rumus, maka yang diperlukan adalah ordinat yang lebih rendah, ordinat yang lebih tinggi, mean, standar deviasi total, dan proporsi individu dalam golongan, maka langkah-langkah dalam analisis ini yaitu:
1.    Mendaftar nilai tiap kelompok.
2.    Menentukan proporsi individu dalam kelompok
3.    Menghitung banyaknya subjek setiap kelompok (nk)
Rumus:
P =

Dimana:
P = proporsi
nk = banyaknya subjek dalam kelompok
N = banyaknya subjek seluruhnya
4.    Menghitung nilai rata-rata (mean) tiap kelompok.
5.    Menentukan ordinat, yaitu ordinat yang lebih rendah dan ordinat yang lebih tinggi.
Istilah “ordinat yang lebih rendah” dan “ordinat yang lebih tinggi” ini merupakan keterangan dari tinggi ordinat untuk batas antara dua kelompok dalam kurva normal.
Tabel Ordinat Kurva Normal
P
P
Ordinat
0,200
0,205
-
-
-
-
0,300
0,800
0,795




0,700
0,27996
0,28413




0,34769
Huruf P dalam 2 kolom yang berdekatan merupakan singkatan dari Proporsi. Kedua P tersebut jika dijumlah selalu 1,00. Keduanya komplementer. Oleh kerena itu untuk mencari nilai 0 dari P = 0,800 dapat dicari dengan melihat P = 0,200 atau sebaliknya.
Proporsi pada ujung-ujung distribusi adalah 0.
Ordinat yang ada disebelah kiri disebut “ordinat yang lebih rendah”, dan ordinat disebelah kanan disebut “ordinat yang lebih tinggi”.
6.    Membuat tabel kerja
7.    Mencari standar deviasi total
8.    Menghitung korelasi serial (dalam hal ini disebut kolerasi tri serial karena ada 3 kategori), dengan menggunakan rumus yang ada.
rser =

 


K.      JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN

Jadwal kegiatan
Bulan
September
Oktober
November
Desember
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
5
1
2
3
4
Persiapan











Pelaksanaan













Pelaporan














L.       RINCIAN BIAYA PENELITIAN

Persiapan                          : Rp. 600.000,00,-
Pelaksanaan                     : Rp. 800.000,00,-
Penyusunan laporan         : Rp. 600.000,00,-       +
Jumlah                              : Rp. 2.000.000,00,-











DAFTAR PUSTAKA


Arikunto,Suharsimi.1997.Prosedur Penelitian Edisi Revisi V. JAKARTA. RINEKA CIPTA.
Arikunto, S. Suhardjono, & supardi .2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta. Bumi Aksara.
Asma, Nur. 2006. Model Pembelajaran kooperatif. Jakarta. Depdiknas Dirjen Dikti Direktorat Ketenangan.  
Delnitawati, Sujarwo.  2014. Pengaruh Metode Pembelajaran dan Gaya Belajar Terhadap Hasil Belajar. Medan. Universitas Muslim Nusantara (UMN) Al- Washliyah.
Depdiknas. 2006. Bunga Rampai Keberhasilan Guru dalam Pembelajaran (SMA, SMK, dan SLB). Jakarta. Depdiknas.
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. PT Rineka Cipta.
Gredler, Margaret E. Bell. 1991. Terjemahan. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta. CV. Rajawali.
Hamalik, Oemar. 2006. Proses Belajar Mengajar. Jakarta. PT Bumi Aksara.
Matondang, Zulkifli. 2011. Meningkatkan Hasil Belajar Statistika Melalui Pemberian Umpan Balik. PTS UNIMED. Jurnal Tabularasa.
Nasution. S. 2000. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta. Bumi Aksara.
N.K. Roestiyah. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. PT.RINEKA CIPTA
Santoso, Sugeng.2000. Problematika Pendidikan dan Cara Pemecahannya. Jakarta. Kreasi Pena Gading.
Santrock, John W. 2007. Psikologi Pendidikan Edisi 2. Prenada Media.
Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (Cet. XV). Bandung: PT. Ramaja Rosdakarya.
Sumaatmadja, Nursid. 1984. Metodologi Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Bandung. Alumni
Uno, Hamzah B., Abdul Karim Rauf, dan Najamuddin Petta Solong. 2008. Pengantar Teori Belajar dan Pembelajaran. (Cet. II). Gorontalo: Nurul Jannah.
Wahidmurni, Alifin Mustikawan, dan Ali Ridho. 2010. Evaluasi Pembelajaran: Kompetensi dan Praktik. Yogyakarta. Nuha Letera.
Darmadi, hamid. 2012. Pemberian Tugas Oleh Guru dan Aktivitas Belajar. [online, diakses pada 07 Juli 2014 : http://hamiddarmadi.blogspot.com/2012/08/pemberian-tugas-oleh-guru-dan-aktivitas.html]
Gunadarma. Psikologi Belajar . [online, diakses pada 07 Juli 2014 : http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/psikologi_belajar/bab1_pengertian_belajar.pdf]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar